Lombok dan Merica

Posted by Laras Mutiara Diva at Senin, April 16, 2012
Tanjung Aan
30 Juni 2011

Hari ke-2 di Lombok sekaligus hari terakhir. Hari ini wajib dan kudu puas-puasin jalan-jalan di Lombok. Pantai Senggigi yang terdekat pun belum diabadikan keindahannya. Sebelum berangkat pun menyempatkan diri untuk main ke pantai Senggigi untuk sekedar foto-foto, karena seperti kata-kata orang no pict = HOAX.





Senggigi Beach Hotel


Desa Sade Suku Sasak
Desa Sade Suku Sasak

Penduduk asli Lombok adalah orang-orang suku Sasak. Sekitar 85% dari populasi Lombok adalah suku Sasak. Meskipun Lombok dipengaruhi oleh budaya Bali yang mayoritas memeluk agama Hindu tetapi suku Sasak di Lombok mayoritas memeluk Islam. Di desa Sade ini kita bisa melihat kehidupan suku Sasak, mereka memilih terus melestarikan tradisi lama mereka dan tidak terpengaruh modernisasi dunia luar, mereka masih mempertahankan bangunan rumah tradisional dan lumbung padi yang merupakan khas Lombok. Terdapat beberapa keluarga suku sasak di desa ini. Kami pun diajak berkeliling melihat perkampungan suku Sasak
didampingi olah tour guide yang juga merupakan orang asli suku Sasak. Di sana kita dapat menjumpai wanita-wanita suku Sasak yang membuat kerajinan tenun dan menjualnya sendiri dan berbagai souvenir buatan tangan juga banyak dijumpai. Salah satu nya yang gw beli adalah mainan kunci dari gading gajah yang diukir. Para lelaki biasanya bekerja sebagai petani. Sekilas ketika gw melakukan perjalanan di desa Sade tepatnya melihat kehidupan suku Sasak, gw jadi teringat suku Badui Luar, desanya secara keseluruhan mirip dimana rumah dibangun berdekatan satu sama lain dan dibuat dari kayu. Namun banyak cerita, makna, dan fungsi dibalik bentuk bangunan rumah warga suku sasak, seperti salah satu komponen dari bangunan rumah yaitu alang (tempat menyimpan bahan pangan seperti padi).


Rumah Suku Sasak
Lumbung padi


Tenunan suku Sasak
Gantungan kunci dari gading Gajah yang diukir

Pantai Kuta dan Tanjung Aan

Pantai Kuta dan Tanjung Aan terletak berdekatan. Menurut gw sih Tanjung Aan ini adalah bagian dari pantai Kuta, cuma Tanjung Aan memiliki keunikan sedikit menjorok ke laut makanya disebut tanjung (ilmu sotoy). Sayang sekali kami tidak mampir ke pantai kuta, tapi sepanjang perjalanan menuju tanjung Aan kita dapat melihat pantai kuta dari atas mobil. Pantai dengan ombak yang besar yang disukai oleh banyak surfer. Pertama kali menginjakkan kaki di Tanjung Aan hal pertama yang membuat takjub adalah pasir pantai nya yang berberbentuk merica, bulat-bulat dan berukuran persis seperti merica, tidak seperti pasir pantai biasanya yang halus-halus seperti debu. Baru kali ini gw melihat pantai dengan pasir seperti ini. Hehe. Norak mungkin, tapi ngeliat langsung bener-bener bikin takjub. Tidak hanya itu, pantai nya pun sangaaat bagus, landai dan berair biru jernih gradasi hijau. Di tanjung Aan terdapat bukit kecil yang dapat didaki dengan mudah, dari sini terlihat seluruh keindahan Tanjung Aan. Pantai nya yang melengkung dan jernih sangat enak dilihat dari atas sini. Dari bukit ini pula terlihat di seberang terdapat bukit kecil yang menyerupai kura-kura. Rasanya ingin nyeburr di pantai, tapi berhubung persediaan baju tidak lagi cukup dan dikejar waktu untuk balik lagi ke Bali, maka Tanjung Aan terpaksa hanya dinikmati keindahannya dari daratan.

Pasir Merica
Tanjung Aan

Pantai di tanjung Aan
Bukit Kura-kura

Jernihnya airrrr..

Taman Narmada

Taman Narmada adalah sebuah taman yang dulunya digunakan sebagai tempat peristirahatan dan permandian keluarga raja (Sewaktu masih masa kerajaan di Mataram). Di taman ini terdapat kolam renang dan sebuah Pura Hindu yang namanya diambil dari sebuah sungai suci di India yang memuja Shiwa yaitu Pura Kalasa. Tempat ini juga mempunyai mata air awet muda yang konon airnya berasal dari Gunung Rijani, yang dipercaya akan memberi umur panjang bagi siapa yang meminum air dari mata air ini. Di kompleks taman Narmada terdapat berbagai bangunan yang dulunya dipergunakan oleh keluarga raja.


Taman Narmada
Bale dengan air sucinya

Nyoba air suci
Gerbang dalam Pura
Pura Lingsar

Pura Lingsar merupakan simbol kerukunan umat beragama. Hal ini dikarenakan selain menjadi  tempat ibadah umat Hindu, pura ini juga digunakan oleh umat Islam suku Sasak yang beraliran wetu telu. Pura dan Kemaliq Lingsar terdiri dari  dua bangunan utama. Sebelum memasuki area pura, kita diharuskan untuk mengenakan semacam kain berwarna kuning yang dililitkan di pinggang. Kecuali untuk wanita berjilbab, kain ini tidak wajib digunakan karena dianggap busana muslim yang mereka kenakan sudah tertutup dan sopan. Bangunan pura untuk umat Hindu dinamakan Gaduh sementara bagian untuk suku Sasak disebut Kemaliq. Kemaliq artinya tempat keramat atau suci. Di depan kedua bangunan tersebut terdapat dua rumah tinggal yang dihuni oleh Pemangku (pemimpin umat agama Hindhu) serta Amangku (pemuka adat suku Sasak) yang keduanya dipilih secara turun temurun (sumber: detik)

Di pura ini terdapat kolam yang jika kita dapat melempar koin ke kolam tersebut dalam posisi membelakangi kolam sambil menyebutkan keinginan dalam hati bisa jadi keinginan itu tercapai (ini tergantung kepercayaan masing-masing). Pada akhir tahun di pura ini biasa dilakukan upacara Perang Topat, perang ini dilakukan oleh penganut Hindu dan Islam (khususnya aliran Wetu Telu) secara bersamaan. Mereka saling melempar ketupat dengan sasaran teman sendiri tanpa memperdulikan perbedaan keyakinan antara mereka. Ketupat yang berserakan di tanah nantinya dipungut dan diletakkan di sawah yang dipercaya dapat membuat subur san menghasilkan padi yang melimpah.    
Kolam koin
Batu-batu yang dibalut

1 comments :

Vivid Virginia mengatakan...

Aaaah Lombok keren bangeett! Pengen juga ke sana nih :D

Posting Komentar

 

Journey's never end Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea